Monday, 10 October 2011

Fenomena Keperibadian Ganda

Mungkin tidak ada orang yang benar-benar dapat memahami masalah keperibadian ganda. Sebelum abad ke-20, gejala psikologi ini selalu dikaitkan dengan kerasukan setan.
Namun, para psikologis abad ke-20 yang menolak kaitan itu menyebut fenomena ini dengan sebutan Multiple Personality Disorder (MPD). Berikutnya, ketika nama itu dirasa tidak lagi sesuai, gejala ini diberi nama baru, Dissociative Identity Disorder (DID).

DID atau kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih keperibadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu keperibadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identiti yang memiliki cara berfikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Walaupun penyebabnya tidak dapat dipastikan, namun rata-rata para psikologis sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil.
Untuk memahami bagaimana banyak identiti dapat terbentuk di dalam diri seseorang, maka terlebih dahulu kita harus memahami makna dari Dissociative (disosiasi).
Disosiasi
Pernahkah anda mendapatkan pengalaman seperti ini, ketika sedang bertanya mengenai sesuatu hal kepada sahabat anda, anda malah mendapatkan jawaban yang tidak berhubungan sama sekali. Jika pernah, maka saya yakin, ketika mendapatkan jawaban itu, anda akan berkata "tak perlu teruskan !".
Disosiasi secara sederhana dapat diertikan sebagai terputusnya hubungan antara fikiran, perasaan, tindakan dan rasa seseorang dengan kesedaran atau situasi yang sedang berlangsung. Dalam kes DID, juga terjadi disosiasi, namun jauh lebih rumit dibanding sekedar "tak perlu teruskan".
Proses terbentuknya keperibadian ganda
Ketika kita dewasa, kita memiliki karakter dan keperibadian yang cukup kuat dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan. Namun, pada anak yang masih berusia di bawah tujuh tahun, kekuatan itu belum muncul sehingga mereka akan mencari cara lain untuk bertahan terhadap sebuah pengalaman traumatis, yaitu dengan Disosiasi.
Dengan menggunakan cara ini, seorang anak dapat membuat fikiran sedarnya terlepas dari pengalaman mengerikan yang menimpanya.
Menurut Colin Ross yang menulis buku The Osiris Complex (1995), proses disosiasi pada anak yang mengarah kepada kelainan DID terdiri dari dua proses psikologis. Kita akan mengambil contoh pelecehan seksual yang dialami oleh seorang anak perempuan.

Proses Pertama,
Anak perempuan yang berulang-ulang mengalami penganiayaan seksual akan berusaha menyangkal pengalaman ini di dalam fikirannya supaya boleh terbebas dari rasa sakit yang luar biasa.
Ia boleh mengalami "out of body experience" yang membuat ia "terlepas" dari tubuhnya dan dari pengalaman traumatis yang sedang berlangsung.
Ia mungkin dapat merasakan rohnya melayang hingga ke langit-langit dan membayangkan dirinya sedang melihat kepada anak perempuan lain yang sedang mengalami pelecehan seksual. Dengan kata lain, identiti baru yang berbeda telah muncul.

Proses Kedua,
Sebuah penghalang memori kemudian dibangun antara anak perempuan itu dengan identiti baru yang telah diciptakan. Sekarang, sebuah kesedaran baru telah terbentuk. Pelecehan seksual tersebut tidak pernah terjadi padanya dan ia tidak boleh mengingat apapun mengenainya.
Apabila pelecehan seksual terus berlanjut, maka proses ini akan terus berulang sehingga ia akan kembali menciptakan banyak identiti baru untuk mengatasinya.
Ketika kebiasaan disosiasi ini telah mendarah daging, sang anak juga akan menciptakan identiti baru untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pengalaman traumatis seperti pergi ke sekolah atau bermain bersama teman.
Salah satu kisah keperibadian ganda yang ternama, yaitu Sybil, disebut memiliki 16 identiti yang berbeza.
Menurut psikologis, jumlah identiti berbeza ini boleh lebih banyak pada beberapa kes, bahkan hingga mencapai 100. Masing-masing identiti itu memiliki nama, umur, jenis kelamin, ras, gaya, cara berbicara dan karakter yang berbeda.
Setiap karakter ini akan mengambil alih fikiran sang penderita hanya dalam tempoh beberapa detik. Proses pengambilalihan ini disebut switching dan biasanya dipicu oleh keadaan stres.
Ciri-ciri pengidap keperibadian ganda
Bagaimana cara kita mengetahuinya? Jawabannya adalah pada identiti yang menyertai perubahan penampilan atau emosi tersebut.
Misalkan teman anda yang suka mengubah penampilan atau sering mengalami perubahan emosi tersebut bernama Edward. Jika ia mengubah penampilan atau mengalami perubahan emosi dan masih menganggap dirinya sebagai Edward, maka ia bukan penderita DID.

Untuk mengerti lebih dalam bagaimana cara membezakannya, lihat 4 ciri di bawah ini. Jika di dalam diri seseorang terdapat 4 ciri ini, maka boleh dipastikan mungkin ia mengidap DID atau keperibadian ganda.
Ciri-ciri tersebut adalah :
1) Harus ada dua atau lebih identiti atau kesedaran yang berbeza di dalam diri orang tersebut.
2) Keperibadian-keperibadian ini secara berulang mengambil alih perilaku orang tersebut (Switching).
3) Ada ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa biasa.
4) Gangguan-gangguan yang terjadi ini tidak terjadi karena efek psikologis dari substansi seperti alkohol atau obat-obatan atau karena kondisi medis seperti demam.
Dari 4 point ini, point nombor 3 memegang peranan sangat penting.

98 persen mereka yang mengidap DID mengalami amnesia ketika sebuah identiti muncul (switching). Ketika keperibadian utama berhasil mengambil alih kembali, ia tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi ketika identiti sebelumnya berkuasa.
Walaupun sebagian besar psikologis telah mengakui adanya kelainan keperibadian ganda ini, namun sebagian lainnya menolak mengakui keberadaannya. Mereka mengajukan argumennya berdasarkan pada kisah Sybill yang ternama.
Kisah Sybil Isabel Dorsett
Salah satu kes paling terkenal dalam hal keperibadian ganda adalah pengelaman yang dialami oleh Shirley Ardell Mason. Untuk menyembunyikan identitinya, Cornelia Wilbur, sang psikologis yang menanganinya dan menulis buku mengenainya, menggunakan nama samaran Sybil Isabel Dorsett untuk menyebut Shirley.

Dalam sesi terapi yang dilakukan oleh Cornelia, terungkap bahawa Sybil memiliki 16 keperibadian yang berbeza, diantaranya adalah Clara, Helen, Marcia, Vanessa, Ruthi, Mike (Lelaki), Sid (Lelaki) dan lain-lain.
Menurut Cornelia, 16 identiti yang muncul pada diri Sybil berasal dari trauma masa kecil akibat sering mengalami penyiksaan oleh ibunya.
Kisah Sybil menjadi terkenal karena pada masa itu kelainan ini masih belum difahami sepenuhnya. Bukunya menjadi best seller pada tahun 1973 dan sebuah film dibuat mengenainya.
Namun, pada tahun-tahun berikutnya, keabsahan kelainan yang dialami Sybil mulai dipertanyakan oleh para psikologis.
Menurut Dr.Herbert Spiegel yang juga menangani Sybil, 16 identiti yang berbeza tersebut sebenarnya muncul karena teknik hipnotis yang digunakan oleh Cornelia untuk mengubatinya. Bukan hanya itu, Cornelia bahkan menggunakan Sodium P*****hal (serum kejujuran) dalam terapinya.
Dr.Spiegel percaya kalau 16 identiti tersebut diciptakan oleh Cornelia dengan menggunakan hipnotis. Ini sangat mungkin terjadi karena Sybil ternyata seorang yang sangat sugestif dan mudah dipengaruhi. Apalagi ditambah dengan obat-obatan yang jelas dapat membawa pengaruh kepada syarafnya.
Kisah ini mirip dengan penciptaan false memory dalam pengalaman alien abduction. Pendapat Dr.Spiegel dikonfrimasi oleh beberapa psikologis dan peneliti lainnya.
Peter Swales, seorang penulis yang pertama kali berhasil mengetahui kalau Sybil adalah Shirley juga setuju dengan pendapat ini. Dari hasil penyelidikan intensif yang dilakukannya, ia percaya kalau penyiksaan yang dipercaya dialami oleh Sybil sesungguhnya tidak pernah terjadi.
Kemungkinan, semua ingatan mengenai penyiksaan itu (yang muncul karena sesi hipnotis) sebenarnya hanyalah ingatan yang ditanamkan oleh sang terapis, Cornelia Wilbur.
Jadi, bagi sebagian psikologis, DID tidak lain hanyalah sebuah false memory yang tercipta akibat pengaruh terapi hipnotis yang dilakukan oleh seorang psikologis. Tidak ada bukti kalau pengalaman traumatis boleh menciptakan banyak identiti baru di dalam diri seseorang.
Menurut Dr.Philip M Coons, "Hubungan antara penyiksaan atau trauma masa kecil dengan Multiple Personality Disorder sesungguhnya tidak pernah dipercaya sebelum kes Sybil."
Pengetahuan mengenai keperibadian ganda banyak disusun berdasarkan kisah Sybil. Jika kisah itu ternyata hanya sebuah false memory, maka runtuhlah seluruh teori disosiasi dalam hubungannya dengan kelainan keperibadian ganda. Ini juga bererti kalau kelainan keperibadian ganda sesungguhnya tidak pernah ada.
Perdebatan ini masih terus berlanjut hingga saat ini dan kedua pihak memiliki alasan yang sama kuat. Jika memang DID benar-benar ada dan hanya merupakan gejala psikologi biasa, mengapa masih ada hal-hal yang masih belum dapat dijelaskan oleh para psikologis?

No comments:

Post a Comment