Muammar Khadafi Pemimpin Libya (AP Photo/ Ben Curtis)
Muammar Khadafi adalah seorang kolonel tanpa urat takut. Pada 1969, di usia muda, dengan tali yang menyala, dia menjatuhkan tahta raja Libya, satu tindakan yang berhasil, dan menukarkan gerak sejarah negeri itu.
Dia tampil sebagai revolusioner nekad. Kini, setelah 41 tahun berkuasa, Khadafi tak gentar, beliau tahu hari-hari terakhir ini tanah Arab terancam oleh pergerakan kesedaran rakyatnya sendiri.
Tapi Khadafi yang selama ini menjadi egois, dia rajin berkelahi dengan tetangganya sesama bangsa Arab, kini seperti hendak menegaskan kembali wataknya yang keras kepala.
Dia pernah menyambut serangan bom Amerika pada 1986, dengan tenang. Barangkali itu sebabnya, ketika demonstrasi kian hebat menuntut dia letak jawatan, Khadafi melihat gerak protes tak bersenjata itu seperti sebuah ancaman militen. Warga Libya yang menuntut perubahan itu, diajarnya dengan jet tempur.
Kini, tanpa rasa bersalah, pemimpin bernama lengkap Muammar Muhammad al-Khadafi itu nekad menembak rakyatnya sendiri.
Konflik di Libya, tak mungkin akan terjadi bila tak ada pergolakan di Tunisia dan Mesir. Dua tetangga Libya itu berhasil menjatuhkan rejim yang agak lama berkuasa di negeri mereka. Revolusi adalah gagasan yang menular, dan momentum itu dimanafaatkan rakyat Libya melawan rejim Khadafi.[Lihat infografik kronologi pergolakan Libya: Orang-orang Khadafi]
"Kelmarin Ben Ali [Tunisia], hari ini Mubarak [Mesir]. Selanjutnya Khadafi [Libya].," ujar seorang pemberontak di Kota Benghazi, tak lama setelah mendengar pengumuman Presiden Mesir, Hosni Mubarak, berhasil dipaksa mundur pada 11 Februari lalu.
Tapi Khadafi adalah kolonel yang hanya mendengar dirinya sendiri. "Saya akan bertahan hingga tetes darah terakhir" ujar Khadafi : berita Associated Press.
Dia lalu menuding kepada siapa saja yang menyebar kebencian atas dirinya, mulai dari negara-negara Barat pimpinan Amerika hingga jaringan al-Qaidah. Beliau pernah mengatakan semua rakyat Libya mencintainya padahal pada masa itu pemberontakan rakyat sedang berlaku dengan menyalahkan Rumah Putih semata-mata.
Korban jiwa berguguran di Libya. Menurut Duta Besar Libya untuk PBB, Ali Suleiman Aujali, lebih dari 2.000 orang terbunuh dalam dua bulan terakhir. Ramai warga pemberontak yang terbunuh oleh tentera pro-Khadafi, yang kebanyakan adalah tentera upahan dari Chad.
Khadafi sebati dengan kekerasan. Untuk meraih kekuasaan, dia bertahan selama 40 tahun lebih, dengan cara egois. Tak heran, bila dia kini memakai segala cara, mulai dari menyewa tentera upahan hingga memberikan sogokan akan menaikkan gaji pegawai negeri 150 persen, dan memberi saraan tunai bagi keluarga.
Mungkin kerana berpengalaman menghadapi penentangan dalam negeri, Khadafi tak takut ancaman dari negara Barat, yang menyerang Libya dengan operasi militen. Dia pernah mengalaminya pada 1986, saat rumahnya bom oleh jet tempur Amerika. Banyak pengikutnya, termasuk anak angkatnya, tewas. Tapi Khadafi terus melawan.
Seorang diplomat Libya, bekas penterjemah Khadafi yang kini mengajar di AS, Abubakar Saad, juga menyarankan cara keras, bila dia tetap tidak mahu diajak berkompromi. "Bila ada pemimpin tak mau berkompromi, atau bahkan tak mau duduk, dan berdialog, satu-satunya alternatif adalah menyingkirkan dia, membunuhnya mengakhiri situasi ini," kata Saad: Voice of America.
Di gurun pasir
Khadafi besar dalam kehidupan padang pasir. Dia lahir di suatu tenda Badui, di gurun pasir dekat Kota Sirt, pada 1942. Dia berasal dari suku kecil turunan Berber Arab, yaitu Khadafa.
Membesar saat dunia Arab sedang bergolak, Khadafi nampaknya menyerap semua konflik itu kedalam fikiranya sejak kecilnya. Di Palestin, konflik berlarutan setelah Yahudi membentuk negara Israel pada 1948. Dia juga membesar dalam gelora nasionalisme Arab, yang dipimpinkan pemimpin Mesir Gammal Abdul Nasser, pada 1952.
Bersekolah di madrasah setempat, Khadafi kecil telah menaruh minat besar pada sejarah. Selepas menjalani pendidikan lanjutan, Khadafi terjun ke dunia militen. Di Libya pada saat itu, menjadi tentera adalah peluang emas memperbaiki taraf hidup bagi keluarga kurang mampu. Itu sebabnya, masuk militen adalah pilihan bagi anak-anak muda miskin seperti Khadafi.
Pada 1961, Khadafi masuk ke akademi militen. Dia lulus lima tahun kemudian. Dianggap punya prospek cemerlang, Khadafi terpilih ikut pendidikan militen lanjutan selama beberapa bulan di Akademi Militen Inggris, Sandhurst. Dia pun menerima latihan militen di Athena, Yunani.
Sebagai perwira muda, Khadafi malu melihat negara Arab, yaitu Mesir, Suriah, dan Yordania, kalah perang dengan Israel di tiga front pada 1967. Dia kian geram, karena Raja Idris I dari Libya, hanya melihat sesama bangsa Arab dipermalukan Israel dalam Perang Enam Hari.
Khadafi lalu bertekad menggulingkan Raja Idris.
Peluang itu tiba pada 1 September 1969. Saat itu, Raja Idris sedang ke Yunani untuk perubatan. Dia menyerahkan kekuasaan kepada putra mahkota, Sayyid Hasan ar-Rida al-Mahdi as-Sanusi, atau Hasan as-Sanusi.
Masa penyerahaan tahta dari Raja Idris kepada Sayyid Hassan berlangsung pada 2 September 1969. Sehari sebelum penyerahan tahta, Khadafi mengumumkan di radio, Libya berada di tangan Dewan Revolusi yang akan menyelamatkan negara dari kekosongan kekuasaan.
Junta militen pimpinan Khadafi lalu menangkap kepala staf militen dan kepala keamanan, yang setia dengan Raja Idris. Raja Idris hingga wafat di Mesir pada 1983.
Stasion berita BBC menceritakan bagaimana Khadafi, perwira 27 tahun berpangkat kolonel, secara cemerlang melakukan rampasan tak berdarah: BBC.
Sayyid Hasan as-Sanusi menjadi tahanan dalam rumah dan sempat dipenjara selama tiga tahun pada 1971. Sayyid Hasan dan keluarga diusir dari rumah mereka pada 1984.
Sayyid Hasan harus diserang stroke, berubat ke London. Hasan pun meninggal di sana. Dia dikuburkan di sebelah makam Raja Idris, di Madinah, Arab Saudi.
Kitab Hijau
Setelah menyingkirkan kekuatan lama, pada awal berkuasa, rejim Khadafi melakukan perubahan besar. Kerajaan Libya dibubarkan. Dia lalu membentuk Republik Sosialis Arab, dengan nama resmi Republik Rakyat Sosialis Agung Jamahiriya Arab Libya.
Bendera nasional pun diganti, dari gabungan warna merah, hitam, dan hijau, dengan lambang bintang dan bulan sabit di tengah-tengah, menjadi warna hijau.
Khadafi pun tak menyatakan diri sebagai presiden atau raja. Dia menabalkan dirinya seorang “brother leader”, dan sang pemandu revolusi. Dia sempat menjabat perdana menteri selama 1970-1972. Sebagai pemimpin belia, Khadafi menunjukkan kepada bangsa Arab, perubahan radikal sedang bergerak di Libya.
Sistem pemerintahan Libya dirombak. Menurut kajian Library of Congress pada 1987 berjudul "Government and Politics of Libya", Libya dipimpin dua Dewan utama, yang disebut dengan sektor.
Salah satu Dewan, yaitu "Sektor Revolusioner," terdiri dari Khadafi sebagai pemimpin Revolusi, Komiti Revolusi, dan Dewan Komando Revolusi, yang beranggotakan 12 orang. Mereka inilah inti kekuasaan di Libya kerana para komiti dan dewan tidak dipilih, melainkan ditunjuk, serta tak ada masa bakti.
Dewan lain adalah “Sektor Jamahiriyah”, adalah Kongres Rakyat mewakili 1.500 wilayah, dan 32 anggota Kongres Rakyat Sha'biyat. Mereka dilihat sebagai lembaga legislatif. Para anggotanya dipilih setiap empat tahun.
Sejak 1972, rejim Khadafi melarang parti politik. Media massa nasional pun dikawal agar tidak "menyesatkan" rakyat dengan berita kritik kepada pemerintah. Seperti Mao Zedong di China pada 1960an, Khadafi pada 1975 menerbitkan buku panduan ideologi bagi pejabat dan rakyat Libya. Dia menyebutkan sebagai "Kitab Hijau" (Green Book).
Terbit dalam bahasa Arab, Kitab Hijau mempunyai tiga fahaman dasar, yaitu "Demokrasi berdasarkan Kekuasaan Rakyat," "Ekonomi Sosialism" dan "Teori Internasional Ketiga." fahaman itu menjadi panduan bagi sistem demokrasi ala Khadafi, sekaligus panduan politik luar negeri Libya mengundang kontroversi.
“Kitab Hijau” menolak demokrasi liberal ala Barat, dan mendorong sistem demokrasi langsung berdasarkan pembentukan komiti-komiti rakyat. Kebelakangan ini, sistem ini dikritik sebagai cara Khadafi mengamankan kepentingannya dan disebaliknya memberdayakan rakyat Libya. [Baca juga artikel Harta di Balik Jubah Sang Kolonel]
Sikap anti Barat-nya kental. Dia menjadi sponsor gerakan anti imperialis dan zionis. Pada awal 70an hingga 90an, Libya bahkan menjadi kawasan latihan bagi kumpulan radikal seperti Brigade Merah dari Jepun, "September Hitam" dari Palestin, MILF dari Filipina, dan IRA dari Irlandia Utara.
Mimpinya tentang Arab bersatu dipengaruhi gagasan Nasser. Khadafi berniat meneruskan Pan Arabism yang dirintis presiden pertama Mesir itu. Maka, dua tahun setelah Nasser wafat pada 18 September 1970, Khadafi mengasaskan pendirian "Federasi Republik-republik Arab," meliputi Libya, Mesir, dan Suria. Tapi idea itu gagal. Dia mencoba lagi pada 1972, dengan menggandingkan Tunisia, tapi usaha itu gagal.
Gagasan itu berlawanan dengan tabiatnya yang suka berkelahi dengan tetangga. Misalnya, pada 1969, tak lama setelah dia berkuasa, Libya berperang dengan Chad. Menurut Gérard Prunier, penulis buku Darfur: a 21st century genocide, alasannya saat itu tak masuk akal: gara-gara presiden Chad saat itu seorang Kristian, dan berkulit hitam. Perang Libya-Chad berakhir pada 1994, melalui keputusan Mahkamah Pengadilan Internasional.
Selain itu, Libya pernah bersenketa dengan Mesir selama beberapa hari pada 1977. Soalnya, Khadafi kesal dengan Presiden Mesir saat itu, Anwar Sadat, yang berdamai dengan Israel, setelah keduanya terlibat Perang pada Oktober 1973.
Khadafi memang anti-Israel. Dia dengan Organisasi Pembebasan Palestin (PLO) pimpinan Yasser Arrafat. Pada 1995, Khadafi mengusir 30.000 warga Palestin dari Libya, setelah sebelumnya PLO membatalkan kesepakatan damai dengan Israel.
Khadafi juga marah dengan Mesir, kerana melindungi dua perwira Libya sebagai perancang menggulingkannya pada 1975. Konflik Libya-Mesir yang berlangsung empat hari akhirnya berakhir, setelah campurtangan oleh Aljazair.
Dengan politik yang keras seperti itu Libya di bawah Khadafi akhirnya dibenci Barat kerana menaja kelompok pengganas. Dia dicap menjadi rezim berbahaya, kerana diketahui mengembangkan senjata untuk menandingi musuhnya di Barat.
Presiden AS, Ronald Reagan, memanggilnya dia sebagai "anjing gila", yang membuat Reagan menghujani Tripoli dan Benghazi dengan serangan bom pada 14 April 1986. Serangan itu terjadi setelah agen-agen Libya diketahui mengebom satu kelab malam di Berlin, Jerman, pada 5 April 1986. Insiden itu membunuh tiga orang, dan melukai 229 lainnya - lebih dari 50 orang diantaranya tentara Amerika.
Dua tahun kemudian, tragedi pengeboman atas pesawat Pan American yang terbang di Lockerbie, Skotlandia. Ratusan penumpang dan awak pesawat mati. Agen Libya dituduh terlibat dalam aksi keji itu. Walaupun menyangkal, rejim Khadafi menerima tanggungjawab tragedi di Lockerbie, dan bersedia membayar pampasan kepada keluarga yang korban.
Menjadi jinak
Menurut catatan harian Telegraph, Tragedi Lockerbie tampaknya "petualangan terakhir" Khadafi dalam terorisme internasional. Pada awal 1990-an, Libya mulai rujuk dengan Barat.
Puncaknya pada 2003, Khadafi melucuti semua senjata Libya. Sejak saat itu Libya berbaik, termasuk dengan AS. Bahkan semasa George W. Bush berkuasa, pada 2006 AS mengumumkan Libya tak lagi masuk daftar negara berbahaya. Projek dan pelaburan asing pun mulai mengalir kembali ke Libya.
Hingga Februari 2011, sebenarnya tak ada lagi berita sensasi tentang Khadafi, dan rejimnya. Khadafi bahkan sesekali diundang ke Barat, dan berpidato di Sidang Majlis PBB di New York pada 2009.
Dia juga mengunjungi Perdana Menteri Silvio Berlusconi di Italia pada 2010.
Khadafi juga akrab dengan bekas perdana menteri Inggris, Tony Blair. Dia dikhabarkan tak lagi tertarik pada nasionalism Arab - setelah beberapa kali gagal mewujudkan persatuan Arab. Kini, perhatiannya pada solidariti sesama negara Afrika. Itu sebabnya, sejumlah pemimpin Afrika menganggap Khadafi sebagai Ketua Unit Afrika antara 2009-2010.
Romantis, tapi kejam
Khadafi kini berusia 68 tahun, dan kian romantis. Dia, misalnya, tinggal di tenda setiap kali berkunjung ke luar negeri, dan senang dikelilingi banyak perempuan. Khadafi lebih suka dikawal pasukan khusus perempuan.
Pada satu lawatan ke Itali beberapa tahun lalu, Khadafi menjamu ratusan perempuan setempat dan memujuk mereka menjadi mualaf. Laman sosial membocor rahsia diplomatik AS, WikiLeaks: menyiarkan Khadafi mempunyai jururawat perempuan berasal dari Ukrain, bertubuh seksi, dan berambut pirang.
Wartawan senior BBC, Katie Adie, selalu teringat sifat romantis Khadafi. Saat bertemu untuk wawancara di Tripoli pada 1984, Khadafi memberi Katie dua buah buku, dan satu ucapan. "Buku pertama adalah Kitab Hijau, dan kedua adalah Kitab Suci Al Quran. Setelah itu, dia berucap kepada saya, 'Selamat Natal'," kata Katie seperti ditulisnya di harian: The Guardian.
Bagi aktivis di Libya, seperti Mohammed al-Abdalla, Khadafi adalah diktator yang brutal. "Era 70-an, saat menghadapi gerakan mahasiswa, Khadafi terang-terangan menggantung para mahasiswa, yang berdemonstrasi di Tripoli dan Benghazi," ujar al-Abdalla, sekrektariat jenderal Front Nasional untuk Keselamatan Libya, seperti disiarkan stasion berita Al Jazeera.
"Dia melakukan eksekusi, yang mungkin paling brutal pernah kami saksikan, atas 1,200 tahanan di penjara Abu Salim. Mereka dipenjara, lalu dieksekusi dalam waktu kurang dari tiga jam," kata al-Abdalla.
Kini, Ghadafi tanpa urat takut, kembali tampil brutal. Sejak 15 Februari lalu, dia mengebom dan menembak rakyatnya yang menentangnya. Akankah dia mahu mendengar teriakan rakyat Libya itu?
Bekas menterinya yang membelot, Abdul Fattah Younis al Abidi, mengatakan Khadafi adalah pemimpin 'keras kepala'. Abidi mengenal Khadafi sejak 1964. Dia yakin, Ghadafi akan bertindak ekstrim. "Dia akan memilih bunuh diri, atau dibunuh," kata Abidi
Kini ternyata, Dia akhirnya memilih jalan kematian dihujung kuasanya, Bagaimana kematiannya. Adakah beliau dibunuh oleh gulungan pemberotakan atau pengawal peribadinya sendiri. Suatu kematian yang stragis untuk ditangisi oleh rakyat satelah 42 tahun menjadi pemimpin sebuah negara bernama Libya.
(CNN, Al Jazeera, AP, The Guardian | np)
Kini ternyata, Dia akhirnya memilih jalan kematian dihujung kuasanya, Bagaimana kematiannya. Adakah beliau dibunuh oleh gulungan pemberotakan atau pengawal peribadinya sendiri. Suatu kematian yang stragis untuk ditangisi oleh rakyat satelah 42 tahun menjadi pemimpin sebuah negara bernama Libya.
(CNN, Al Jazeera, AP, The Guardian | np)
No comments:
Post a Comment